Search

KOBRA, Inovasi Kompor Limbah Sawit Karya ITK dan BRIN Jadi Solusi Energi Ramah Lingkungan

Rabu, 11 Juni 2025

Liputanborneo.com, Balikpapan – Tim riset ITK dan BRIN bersama Yayasan Mitra Hijau hadirkan terobosan energi baru lewat kompor KOBRA, memanfaatkan limbah sawit sebagai bahan bakar alternatif yang hemat dan berkelanjutan.

Inovasi ramah lingkungan kembali hadir dari Kalimantan Timur. Kali ini, tim riset dari Institut Teknologi Kalimantan (ITK) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggandeng Yayasan Mitra Hijau dalam melahirkan Kompor Berbasis Biobriket Alternatif (KOBRA), sebuah solusi energi yang memanfaatkan limbah kelapa sawit sebagai bahan bakar utama.

Ketua tim riset KOBRA, Yunita Triana, menjelaskan bahwa biobriket yang digunakan sebagai bahan bakar utama kompor berasal dari limbah tandan kosong kelapa sawit yang direkatkan menggunakan limbah kulit singkong. Langkah ini merupakan upaya nyata memanfaatkan potensi limbah sawit yang melimpah di Kalimantan Timur.

“33 persen produksi kelapa sawit di Indonesia berasal dari Kalimantan Timur,” jelas Yunita dalam acara diseminasi program pada Kamis, 5 Juni 2025.

Dengan luas lahan sawit mencapai 1,3 juta hektare di Kaltim, potensi limbah yang dihasilkan sangat besar. Yunita menyebutkan bahwa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) bisa mencapai hampir 17 juta ton per tahun, sementara limbah pelepah sawit mencapai 10–15 ton per hektare setiap tahunnya.

KOBRA tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga efisien secara teknis. Biobriket akan dibakar dalam tungku kompor untuk menghasilkan panas, yang kemudian diubah menjadi energi listrik melalui alat Thermoelectric Generator (TEG). Energi ini digunakan untuk menyalakan kipas otomatis, yang akan menjaga nyala api tetap stabil dan efisien tanpa perlu dikipas secara manual.

“Jadi, tidak perlu capek-capek mengipas-ngipas kompor lagi begitu,” ungkap Yunita sambil tersenyum.

Dengan biaya produksi sekitar Rp350 ribu per unit, kompor ini mampu menghemat energi hingga 437.562 kWh per tahun. Lebih dari itu, KOBRA masih memiliki potensi pengembangan, seperti integrasi tenaga surya untuk efisiensi yang lebih tinggi.

Tim KOBRA terdiri dari dosen dan mahasiswa ITK, di antaranya Riza Hudayarizka, Widi Astuti, dan Riza Hadi Saputra, serta mahasiswa seperti M. Bintang Adiputra, M. Ihsan Noor Isnan, Yosua Situmeang, Yurischa Deify Utami, dan Hana Fadhillah.

Inovasi ini mendapat dukungan penuh dari Yayasan Mitra Hijau (YMH). Ketua Dewan Pembina YMH, Dicky Edwin, menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi bioenergi hingga 57 gigawatt. Namun, hingga 2022, baru sekitar 2 gigawatt yang dimanfaatkan.

“Penemuan ini menjadi harapan besar bagi pengembangan energi baru terbarukan,” ujarnya.

Dicky juga mengingatkan kondisi iklim dunia yang semakin mengkhawatirkan. Pada 2023, tercatat sebagai tahun terpanas, dan rekor ini kembali terpecahkan di 2024. Fenomena ini berkontribusi pada lonjakan bencana iklim seperti banjir, kekeringan, kebakaran hutan, dan cuaca ekstrem yang terus meningkat.

“Apakah rekor ini akan dipecahkan lagi pada 2025?” tanya Dicky, sembari mengajak semua pihak untuk beralih pada energi ramah lingkungan.

Dengan berbagai keunggulan dan relevansinya terhadap kondisi iklim saat ini, KOBRA hadir sebagai alternatif cerdas sekaligus bentuk nyata pengelolaan limbah yang berkelanjutan. Solusi lokal ini menjadi bagian dari jawaban global atas tantangan perubahan iklim dan ketergantungan energi fosil.

BERITA LAINNYA