Search

Eroh Bebaya ke-7 Tampil Gemilang di Titik Nol Yogya, Kukar Mendunia

Minggu, 29 Juni 2025

Liputanborneo.com, Yogyakarta – Ribuan penonton tumpah ruah di Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949—tepatnya di titik nol kilometer Yogyakarta—Sabtu malam, 28 Juni 2025. Suasana menggema penuh khidmat, menyambut atraksi budaya yang datang jauh dari hulu Mahakam, Kutai Kartanegara. Wajah-wajah antusias dari semua kalangan tampak terpukau oleh ritme tradisi yang dipentaskan tanpa batas.

Sejak pagi, tenda stan-stan budaya sudah dipadati pengunjung. Mahasiswa asal Kukar memperagakan enggrang, bakiak, hingga begasing, permainan rakyat yang ditampilkan penuh semangat. Tampak jelas bagaimana mereka merajut identitas desa ke panggung global, menjadikan “Eroh Bebaya ke-7” bukan sekadar pagelaran, tapi dialog lintas ruang dan waktu.

Pukul malam, panggung utama semakin bergemuruh dengan irama tari khas Kutai. Para penari membawa helaian kain yang berkilau di bawah lampu panggung. Tak hanya pertunjukan visual, aroma kuliner lokal yang dibawa dari Kukar juga turut melintas, memikat pecinta budaya dan wisatawan mancanegara.

Wakil Bupati Kukar, Rendi Solihin, turut memperkenalkan makanan khas kepada warganegara asing di sana. “Silakan dicoba, ini asli dari tanah kami,” ujarnya ramah sembari melayani tamu undangan, termasuk beberapa kepala dinas dan tokoh budaya.

Dalam sambutannya, Rendi menyampaikan, “Kami berterima kasih karena telah memfasilitasi kehadiran kami, memperkenalkan wisata dan budaya Kutai Kartanegara di Daerah Istimewa Yogyakarta.”

Ia menegaskan bahwa “Eroh Bebaya ke-7” adalah kunjungan resmi pertama dirinya setelah dilantik kembali sebagai Wakil Bupati, sekaligus simbol konsistensi Kukar membawa budaya ke kancah nasional.

Ia menambahkan bahwa kekayaan budaya Kutai — yang menurutnya berasal dari kerajaan Hindu tertua di Indonesia — adalah modal strategis bersanding dengan sumber daya alam. Bahkan, bagian wilayah Kutai Kartanegara telah ditetapkan sebagai bagian dari Ibu Kota Nusantara karena nilai budaya dan sejarahnya.

Lebih lanjut, Rendi memaparkan dukungan Kukar terhadap mahasiswanya di luar daerah. “Mahasiswa Kukar yang kuliah di Yogya… tidak perlu bayar kos. Kami siapkan mess gratis dengan fasilitas layak,” katanya disambut tepuk tangan meriah. Program ini menjadi wujud nyata dukungan daerah terhadap generasi muda, agar kelak mereka kembali membangun kampung halaman.

Malam semakin dini, tetapi semangat budaya Kukar tetap berkobaran. Dengan alunan musik tradisi, aroma kopi khas, dan tawa meriah warga Yogyakarta, “Eroh Bebaya ke-7” membuktikan bahwa dari pedalaman Mahakam, budaya Kutai mampu menjadikan diri sebagai jembatan antara akar dan aspirasi—senantiasa relevan di panggung dunia.

BERITA LAINNYA