Search

Beseprah, Tradisi Makan Bersama yang Menyatukan Pemimpin dan Rakyat di Tanah Kutai

Kamis, 10 Juli 2025
Ilustrasi beseprah

Liputanborneo.com, Kutai Kartanegara – Setiap pagi dalam gelaran adat Erau, hamparan tikar membentang sepanjang jalan, membawa aroma hangat nasi kebuli, gence ruan, hingga bubur ubi goreng. Namun bukan cuma makanan yang tersaji di atas daun pisang dan kain putih. Tradisi Beseprah menyuguhkan kehangatan silaturahmi yang menembus batas status sosial.

Masyarakat Kutai Kartanegara tak sekadar menjaga budaya, mereka merawat cara berinteraksi yang telah diwariskan sejak abad ke-12. Dalam tradisi Beseprah, warga duduk bersila berdampingan dengan siapa saja — tetangga, pejabat, bahkan Sultan — sambil menyantap hidangan dan berbincang santai. Tradisi ini bukan hanya tentang makan bersama, tapi perwujudan nilai kesetaraan, persaudaraan, dan kepemimpinan yang membumi.

Putera Mahkota Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Aji Pangeran Prabu Anoem Surya Adiningrat, menegaskan bahwa Beseprah mencerminkan semangat kedekatan antara rakyat dan pemimpinnya. Mereka makan bersama secara berhadap-hadapan, duduk bersila, dan memakai tangan kanan, cara yang telah dilakukan sejak masa kampung-kampung Kutai masih berjaya di bawah naungan Kesultanan.

Tradisi Beseprah sangat lekat dengan perayaan Erau, sebuah festival adat tahunan yang menjadi kebanggaan masyarakat Kutai. Tak peduli tua atau muda, pejabat atau rakyat biasa, semua berkumpul di pagi hari dalam suasana yang setara dan penuh kehangatan. Musik tradisional mengalun mengiringi tamu yang datang, sebelum acara dibuka dengan doa dan pemukulan gong sebagai tanda dimulainya jamuan.

Dalam praktiknya, masyarakat gotong royong mempersiapkan hidangan sejak subuh. Untuk acara besar seperti Erau, warga dari berbagai latar belakang berpartisipasi: memasak, menata makanan, hingga menyambut tamu. Hidangan disusun rapi di atas seperah — kain putih khas — yang membentang panjang sebagai alas makan bersama.

Jamuan pagi ini biasanya berlangsung hingga dua jam. Sambil makan, masyarakat berbagi cerita dan tawa. Tak ada protokol resmi, tak ada sekat antara pejabat dan rakyat. Semua menyatu dalam semangat kebersamaan yang telah hidup selama berabad-abad.

Beseprah tak sekadar mengenalkan kuliner khas Kutai seperti nasi pundut, tumpi, basong, atau putu labu. Ia mengajarkan nilai kepemimpinan yang mendengar, masyarakat yang saling peduli, serta pentingnya membangun harmoni dalam kebersamaan. Di tengah tantangan zaman, tradisi ini menjadi pengingat bahwa keakraban dan empati masih bisa dirawat melalui hal sederhana, duduk dan makan bersama. (*)


Sumber : detik.com
Editor : Rachaddian

BERITA LAINNYA