Search

PT GAG Nikel Tambang di Raja Ampat Berbekal Izin Sejak 1998, Pemerintah Pastikan Legalitas

Selasa, 10 Juni 2025
Foto ilustrasi pengelolaan tambang.

Liputanborneo.com, JAKARTA – PT GAG Nikel, perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, diketahui telah mengantongi kontrak karya sejak tahun 1998. Aktivitas pertambangan ini berlangsung di kawasan hutan lindung, yang menurut UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, seharusnya tidak diperbolehkan untuk kegiatan tambang. Namun, PT GAG Nikel bersama 12 perusahaan lainnya mendapat keistimewaan dari negara.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa perusahaan tersebut pada awalnya dikuasai oleh pihak asing dan mendapatkan kontrak karya dari pemerintah pada era Presiden Soeharto, tepatnya pada 19 Januari 1998. Kontrak karya tersebut tercatat sebagai generasi ke-VII dengan nomor B53/Pres/I/1998.

Bahlil mengatakan, “Kemudian pergi, diambil alih oleh negara. Negara menyerahkan kepada PT Antam.”

Setahun setelah kontrak karya itu dikeluarkan, pemerintah menetapkan larangan penambangan di hutan lindung melalui UU Kehutanan. Namun, larangan tersebut kemudian direvisi pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Melalui UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2004, negara memberikan pengecualian kepada 13 perusahaan, termasuk PT GAG Nikel, untuk tetap menjalankan kontrak karya mereka.

Kepemilikan saham PT GAG pada awalnya terdiri dari Asia Pacific Nickel Pty. Ltd. (75%) dan PT Antam (25%). Pada tahun 2008, Antam mengambil alih seluruh saham sehingga menjadikan PT GAG sebagai perusahaan yang sepenuhnya dimiliki BUMN.

Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT GAG diterbitkan pada tahun 2017, saat Kementerian ESDM dipimpin oleh Ignasius Jonan, dan kegiatan operasional dimulai pada tahun 2018 pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Menanggapi hal itu, Bahlil menegaskan, “Saat izin usaha pertambangan dikeluarkan, saya masih Ketua Umum HIPMI Indonesia dan belum masuk di Kabinet (Kabinet Kerja 2014–2019).”

Terpisah, Kementerian Lingkungan Hidup menerjunkan tim ke Pulau Gag untuk mengecek langsung aktivitas tambang. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menjelaskan bahwa area tambang PT GAG mencakup 6.030 hektare, dengan luas bukaan tambang 187,87 hektare. Ia menyatakan bahwa perizinan perusahaan tersebut sudah lengkap.

Hanif menegaskan, “Segala perizinannya sudah lengkap untuk PT GN (GAG Nikel) ini. Mulai dari IUP, kemudian juga persetujuan lingkungan termasuk pinjam pakai. PT GN ini secara status berada di kawasan hutan lindung, nanti secara teknis tentu Bapak Menteri Kehutanan (Raja Juli Antoni) akan memberikan penjelasan kepada kita.”

Lebih lanjut, Hanif menyampaikan bahwa, “Memang kelihatannya pelaksanaan kegiatan tambang nikel di PT GN ini relatif memenuhi kaidah-kaidah tata lingkungan. Artinya, bahwa tingkat pencemaran (di Raja Ampat) yang nampak oleh mata itu hampir tidak terlalu serius.”

Meskipun demikian, Kementerian LHK tetap berencana untuk meninjau ulang izin lingkungan yang dimiliki PT GAG. Hal ini merujuk pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 57P/HUM/2022 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023, yang menegaskan pelarangan aktivitas pertambangan di pulau kecil.

Hanif menyatakan, “Putusan MA itu menganggap bahwa pelaksanaan pelarangan kegiatan penambangan di pulau kecil ini dilakukan tanpa syarat. Jadi, tidak boleh dilakukan kegiatan penambangan di pulau-pulau kecil. MK memperkuat putusan MA tersebut. Artinya, ini ada yurisprudensi hukum bahwa terkait dengan kegiatan-kegiatan ini memang menjadi hal yang dilarang.”

Ia menambahkan, “Nanti kita akan diskusikan lebih lanjut dengan teman-teman dari Kementerian ESDM, (Kementerian) Kehutanan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) karena melibatkan 3 kementerian. Jadi, tidak kemudian kita langsung ambil langkah.” (*)


Sumber : cnnindonesia.com

Penulis : Rachaddian 

BERITA LAINNYA