Liputanborneo.com, SAMARINDA – Ketika sejumlah daerah di Indonesia diguncang protes kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), kondisi di Kota Samarinda berjalan berbeda. Pemerintah Kota Samarinda telah menetapkan mekanisme pembatasan kenaikan PBB maksimal 25 persen per tahun, sehingga warga tidak menghadapi lonjakan tagihan yang mengejutkan.
Kepala Bidang Pendapatan Pajak 1 Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Samarinda, Fitria Wahyuni, menjelaskan bahwa kebijakan ini mulai diberlakukan sejak awal 2025. Walaupun harga tanah melonjak tajam karena penyesuaian pasar, tagihan PBB tetap dibatasi.
“Jadi tidak ada shock therapy ke warga,” ujarnya, Kamis (14/8/2025).
Fitria menerangkan, aturan PBB memang mewajibkan pemerintah daerah melakukan evaluasi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) minimal tiga tahun sekali. Penyesuaian ini dilakukan mengikuti pergerakan harga pasar, terutama di kawasan yang mendapat peningkatan infrastruktur.
“Kalau dulu jalannya rusak, sekarang dibeton, otomatis harga tanah naik. Itu yang kami sesuaikan, tapi tanpa pembatasan, kenaikan ini bisa bikin warga kaget,” jelasnya.
Kebijakan pembatasan itu dituangkan dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 11 Tahun 2025. Menariknya, aturan tersebut diterbitkan lebih dulu sebelum kisruh kenaikan PBB di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, menjadi sorotan nasional.
Selain membatasi kenaikan, Pemkot Samarinda juga memberikan insentif berupa diskon PBB sebesar 17 persen untuk semua Nomor Objek Pajak (NOP), pembebasan denda, hingga fasilitas cicilan.
“Biasanya diskon cuma berlaku untuk satu NOP. Sekarang mau punya satu atau sepuluh NOP, semua kena diskon,” tegas Fitria.
Meski sudah gencar disosialisasikan ke RT dan kelurahan, ia mengakui masih banyak warga yang belum memanfaatkan fasilitas ini.
“Padahal lumayan besar manfaatnya, apalagi di tengah harga tanah dan bangunan yang terus naik,” pungkasnya. (*)
***
Sumber : sapos.co.id
Editor : Rachaddian (dion)