Search

Demo Berakhir Ricuh, Ada Lemparan ke Gedung DPRD hingga Dugaan Bom Molotov

Selasa, 2 September 2025
Foto : Aparat kepolisian berupaya membubarkan masa aksi di depan kantor DPRD Provinsi Kaltim.

Liputanborneo.com, Samarinda – Aksi demonstrasi mahasiswa di depan Kantor DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Senin (1/9/2025), berakhir dengan kericuhan. Ribuan massa yang sejak siang menyampaikan aspirasi dibubarkan aparat kepolisian setelah melewati batas waktu penyampaian pendapat di muka umum, yakni pukul 18.00 WITA.

Awalnya aksi berlangsung tertib. Para mahasiswa berorasi, mengangkat spanduk, dan menyuarakan tuntutan. Namun menjelang sore, situasi memanas. Meski aparat sudah berulang kali mengimbau agar massa membubarkan diri, sebagian menolak meninggalkan lokasi.

Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Hendri Umar, menegaskan bahwa dari awal aksi berjalan kondusif. Namun eskalasi meningkat saat massa enggan membubarkan diri.

Dari awal demo berjalan dengan baik. Massa menyampaikan pendapat dengan tertib, sesuai aturan yang berlaku. Tetapi mendekati pukul 18.00, kami melihat adanya eskalasi. Ada lemparan ke arah gedung DPRD bahkan dugaan penggunaan bom molotov. Atas perintah pimpinan, dilakukan upaya pembubaran,” ungkapnya.

Proses pembubaran dilakukan dengan penyemprotan water cannon dan tembakan gas air mata. Massa pun kocar-kacir ke Jalan MT Haryono dan Tengkawang. Namun sebagian bertahan dengan melawan aparat menggunakan lemparan batu dan botol air mineral.

Kericuhan itu menimbulkan korban. Dua anggota kepolisian dilaporkan luka, sementara sejumlah mahasiswa juga mengalami luka ringan hingga berat akibat bentrokan. Sekitar satu jam kemudian, aparat berhasil mengendalikan situasi dan suasana di sekitar Kantor DPRD Kaltim kembali kondusif.

Kapolresta menegaskan bahwa polisi tetap menjunjung tinggi hak masyarakat dalam menyampaikan aspirasi, tetapi aturan tetap menjadi pedoman.

Pada prinsipnya, kepolisian selalu mendukung penyampaian aspirasi masyarakat sepanjang dilakukan dengan tertib. Tapi karena ada aturan bahwa penyampaian pendapat hanya boleh sampai pukul 18.00, maka tindakan tegas terpaksa diambil,” tegas Hendri Umar.

Kericuhan yang mewarnai aksi mahasiswa di Samarinda ini menjadi catatan penting bagi semua pihak. Di satu sisi, ruang demokrasi harus tetap dijaga agar aspirasi masyarakat tersampaikan. Namun di sisi lain, kedisiplinan dalam menaati aturan juga wajib dipatuhi untuk mencegah gesekan antara aparat dan pengunjuk rasa. (*)

***

Sumber : sapos.co.id

Editor : Rachaddian (dion)

BERITA LAINNYA