Search

Kasus Perundungan Anak di Samarinda Diselesaikan lewat Diversi, Pelaku Jalani Rehabilitasi di LPKS

Minggu, 6 Juli 2025
Foto : Suasana bermaaf-maafan antara korban dan pelaku perundungan usai diversi, Rabu (2/7/2025)

Liputanborneo.com, Samarinda – Kasus perundungan terhadap seorang siswa SD di Samarinda yang sempat mengundang perhatian publik akhirnya diselesaikan melalui mekanisme diversi. Proses musyawarah itu digelar di Polresta Samarinda pada Rabu (2/7/2025), dengan melibatkan lintas instansi terkait, termasuk UPTD PPA, Dinsos, Bapas Kota Samarinda, serta TRC PPA Kaltim.

Peristiwa perundungan tersebut terjadi pada 24 April 2025 di wilayah Samarinda Seberang. Dua remaja yang masih duduk di bangku SMP ditetapkan sebagai pelaku, namun karena tergolong Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), proses penanganan mengikuti pendekatan keadilan restoratif.

Apalagi dalam kasus itu pelaku juga Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH). Dan itu tidak bisa diproses pidana kalau usia masih di bawah 13 tahun, jadi proses penahanan tidak ada,” ujar Kanit PPA Satreskrim Polresta Samarinda, Ipda Okky Surya Yuwita.

Koordinasi antarinstansi akhirnya mengarah pada keputusan untuk menempuh jalan diversi, sebagai upaya penyelesaian di luar jalur peradilan pidana. Meski begitu, kedua pelaku tetap diberi sanksi dalam bentuk pembinaan intensif di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) di bawah pengawasan Dinsos Kota Samarinda.

Dan akhirnya diperoleh bahwa jalan salah satunya diversi. Meski begitu di sini pelaku kita tidak dilepaskan begitu saja, tapi pelaku tetap disanksi dengan diberikan pembinaan di LPKS. Mereka (kedua pelaku, Red) direhab di situ,” jelas Okky.

Ia menambahkan, masa pembinaan berlangsung sekitar 10 hari, dengan fokus pada pembentukan karakter dan penyadaran hukum sejak dini.

Kami menekankan kepada mereka bahwa tidak ada premanisme sejak dini. Kami sampaikan bahwa pembullyan itu tidak boleh dilakukan, dalam bentuk apapun itu. Dan kami juga sampaikan ke orangtuanya agar lebih ketat lagi dan protek untuk sirkel pertemanan anak-anak,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua TRC PPA Kaltim, Rina Zainun, menekankan pentingnya pendekatan rehabilitatif dalam menangani ABH. Menurutnya, rehabilitasi sosial bertujuan mengembalikan fungsi sosial anak dan membangun kembali kepercayaan dirinya.

Selain itu agar anak-anak paham dari setiap prilaku yang dilakukan secara kriminal atau perbuatan pidana akan ada konsekuensi hukum yang berlaku, sehingga bisa berfikir kedepannya,” pungkas Rina.

Penanganan kasus ini diharapkan menjadi contoh bagaimana pendekatan yang mengedepankan pemulihan dan pendidikan dapat menjadi solusi efektif dalam menangani pelanggaran hukum oleh anak-anak. Dengan pembinaan dan pengawasan yang tepat, mereka tidak hanya belajar dari kesalahan, tetapi juga diberi kesempatan untuk bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. (*)


Sumber : sapos.co.id
Editor : Rachaddian

BERITA LAINNYA