Liputanborneo.com, Tenggarong – Di Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara, terletak sebuah makam yang menjadi saksi bisu bagi perkembangan Islam di Kalimantan Timur.
Makam tersebut adalah milik Habib Hasyim bin Yahya, yang lebih dikenal sebagai Habib Tunggang Parangan. Ia adalah salah satu tokoh utama dalam penyebaran agama Islam di Kerajaan Kutai pada abad ke-16.
Pemerintah, bekerja sama dengan dunia usaha, kini sedang memugar makam Habib Tunggang Parangan. Dengan anggaran sekitar Rp 1 miliar, kompleks makam tersebut diperindah dan dilengkapi dengan fasilitas seperti tempat parkir dan masjid. Tujuan dari pemugaran ini adalah untuk menjadikan Desa Kutai Lama sebagai destinasi wisata yang menggabungkan aspek budaya, religi, dan sejarah.
Camat Anggana, Rendra Abadi Menjelaskan, Desa Kutai Lama memiliki potensi wisata yang besar karena kaya akan nilai historis dan keagamaan.
“Kutai Lama itu komplit karena 3 item (wisata religi, sejarah, dan budaya) ada semua,” ujarnya.
Rendra berharap bahwa dengan pemugaran makam Habib Tunggang Parangan, masyarakat dapat lebih mengenal dan menghargai peran beliau dalam penyebaran Islam di Kutai. Selain itu, ia juga berharap adanya peningkatan perekonomian masyarakat melalui kunjungan wisatawan.
Makam Habib Tunggang Parangan selalu ramai oleh penziarah dari berbagai daerah. Setiap bulannya, ribuan orang datang untuk berziarah dan berdoa di makam tersebut. Terutama pada hari-hari besar Islam atau saat peringatan haul beliau, makam ini menjadi sangat ramai.
Habib Tunggang Parangan adalah seorang ulama dari Hadramaut, Yaman, yang datang ke Kutai pada masa pemerintahan Raja Aji Mahkota (1525-1589). Ia dikenal sebagai Si Janggut Merah karena memiliki jenggot yang merah.
Peran besar Habib Tunggang Parangan dalam menyebarkan agama Islam di Kutai tercatat dalam sejarah. Ia berhasil membujuk Raja Aji Mahkota untuk memeluk agama Islam dan mengubah nama kerajaannya menjadi Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Setelah kematian Raja Aji Mahkota, Habib Tunggang Parangan melanjutkan dakwahnya bersama Sultan Aji Dilanggar atau Aji Gendung gelar Meruhum Aji Mandaraya. Bersama mereka, berhasil mengislamkan rakyat Kutai dan menaklukkan kerajaan Hindu Martapura.
Habib Tunggang Parangan juga terkenal sebagai tokoh yang sangat dermawan dan murah hati. Ia sering memberikan bantuan kepada masyarakat miskin dan memelihara hubungan baik dengan semua golongan.
Wafatnya Habib Tunggang Parangan pada tahun 1605 tidak mengurangi popularitas makamnya sebagai tempat ziarah bagi umat Islam hingga kini.
Selain versi sejarah yang menyebutkan Habib Tunggang Parangan sebagai penyebar Islam pertama di Kutai, ada juga versi lain yang mengatakan bahwa seorang saudagar Arab bernama Sayyid Muhammad bin Abdullah bin Abu Bakar al-Marzak datang sebelumnya.
Sayyid Muhammad juga berusaha menyebarkan agama Islam di Kutai, meskipun tidak berhasil membujuk Raja Mahkota untuk masuk Islam. Ia kemudian menikahi putri Raja Mahkota dan memiliki keturunan yang menjadi raja-raja Kutai selanjutnya.
Versi sejarah ini masih diperdebatkan oleh para sejarawan dan belum ada bukti yang kuat mendukungnya.
Penulis : Reihan Noor