Liputanborneo.com, JAKARTA – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menegaskan bahwa kebebasan berekspresi adalah hak setiap warga negara. Namun, ia menekankan bahwa ekspresi tersebut harus dilakukan secara terbuka dan tidak mengandung tuduhan yang tidak jelas.
“Saya sendiri tidak masalah dengan kesenian apa pun, asal jangan anonim dan mengandung unsur tuduhan,” kata Pigai dalam pernyataannya pada Sabtu, 22 Februari 2025.
Pernyataan ini muncul setelah band punk asal Purbalingga, Sukatani, menarik lagu mereka yang berjudul “Bayar Bayar Bayar”, yang berisi kritik terhadap institusi kepolisian. Ketika ditanya apakah lagu tersebut bisa dianggap mengandung unsur tuduhan terhadap institusi tertentu, Pigai memilih untuk tidak memberikan jawaban secara langsung.
“Saya tidak bisa jawab,” ujarnya singkat.
Lebih lanjut, Pigai menyatakan bahwa pemerintah melalui Kementerian HAM akan terus memastikan bahwa prinsip-prinsip HAM diterapkan di berbagai instansi, termasuk kepolisian. Hal ini, menurutnya, merupakan bagian dari upaya menciptakan sistem yang lebih transparan dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat.
Selain itu, Pigai turut merespons kabar mengenai Novi Citra, salah satu personel Sukatani yang diduga mengalami pemecatan dari pekerjaannya sebagai guru akibat keterlibatannya dalam band tersebut. Pigai menegaskan bahwa jika informasi tersebut benar, maka pihaknya akan menolak tindakan tersebut dan akan menindaklanjutinya.
“Jika benar dipecat, maka kami akan menolak,” tegasnya.
Pigai menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk memastikan bahwa hak asasi manusia dihormati oleh semua pihak, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Sebelumnya, band Sukatani mengumumkan bahwa mereka menarik lagu “Bayar Bayar Bayar” dari semua platform musik digital. Lagu yang dirilis dalam album Gelap Gempita itu mendapat perhatian luas karena liriknya yang berisi kritik terhadap kepolisian. (*)
Penulis : Rachaddian (dion)