Liputanborneo.com, Samarinda – Penangkapan Rudi Cahyadi (39) di kawasan Sempaja Utara tak hanya mengungkap praktik penggunaan uang palsu dalam transaksi digital, tetapi juga membuka dugaan adanya jaringan pemalsuan uang berbasis online yang lebih luas.
Rudi ditangkap oleh tim Reskrim Polsekta Sungai Pinang pada Sabtu (31/5/2025), setelah aksinya menggunakan uang palsu untuk top up saldo aplikasi Dana di sebuah warung mencurigakan pemiliknya. Pelaku diketahui menggunakan pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu palsu dalam transaksi tersebut. Saat penggeledahan rumahnya, polisi menyita 267 lembar uang palsu pecahan Rp50 ribu serta satu lembar uang palsu pecahan Rp100 ribu.
Pengembangan kasus mengarah pada modus operandi yang tidak biasa. Kapolsekta Sungai Pinang, AKP Aksaruddin Adam, dalam keterangannya pada Selasa (1/7/2025), menyebut bahwa uang palsu itu diperoleh melalui media sosial Facebook.
Rudi tergiur dengan iklan digital yang menjanjikan penukaran uang asli dengan jumlah uang palsu yang lebih besar. Ia kemudian diarahkan untuk bergabung dalam sebuah grup WhatsApp, di mana seluruh transaksi dilakukan secara anonim.
“Ini bukan sekadar kasus pemalsuan biasa. Ada indikasi kuat keterlibatan jaringan yang lebih besar di balik peredaran uang palsu ini. Rudi mengaku sudah dua kali membeli dari penjual yang identitasnya belum diketahui, dan komunikasi dilakukan hanya melalui aplikasi,” ungkap Aksaruddin.
Praktik ini dinilai menggiurkan oleh pelaku. Dengan menyetorkan Rp1 juta uang asli, ia mendapatkan Rp4 juta uang palsu yang siap diedarkan. Polisi menduga modus ini menargetkan pengguna media sosial yang tergoda keuntungan instan, dan kemudian dimanfaatkan sebagai distributor lapangan.
Unit cyber crime Polresta Samarinda kini bekerja sama untuk melacak nomor telepon dan akun media sosial yang terlibat dalam transaksi ilegal tersebut. Diduga, pelaku utama berada di luar wilayah Samarinda, dan menggunakan jalur komunikasi digital untuk merekrut dan mengatur distribusi.
“Kami bekerja sama dengan unit cyber crime Polresta Samarinda untuk menelusuri asal uang palsu dan akun yang berperan sebagai penghubung. Tidak menutup kemungkinan ada korban atau pelaku lain yang terlibat dalam jaringan ini,” tambah Aksaruddin.
Polisi mengimbau masyarakat untuk lebih waspada saat menerima uang tunai, terutama dalam transaksi informal seperti jual beli pulsa, top up e-wallet, hingga pembayaran token listrik.
Kini, Rudi harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Ia dijerat Pasal 244 KUHP tentang pemalsuan uang, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
“Kami mengingatkan, penggunaan, penyimpanan, atau penyebaran uang palsu, baik secara sadar maupun tidak, tetap merupakan tindak pidana serius yang membahayakan stabilitas ekonomi masyarakat,” tegas Kapolsekta Sungai Pinang. (*)