Liputanborneo.com, Samarinda – Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas’ud secara tegas menolak wacana pemberian izin pengelolaan tambang kepada organisasi masyarakat (ormas). Hal ini disampaikannya terkait rencana pemanfaatan lahan bekas konsesi tambang yang telah dikembalikan kepada negara.
“Ormasnya banyak, koperasi juga banyak. Di Kaltim saja ada 1.038 koperasi. Kalau semua ingin bagian, pasti akan rumit,” kata Rudy dalam pernyataannya.
Rudy menilai bahwa jika lahan eks tambang dibagi-bagi ke kelompok masyarakat atau ormas, maka dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan baru, termasuk potensi konflik antar kelompok. Ia pun mengusulkan agar pengelolaan lahan tersebut diserahkan kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau Perusahaan Daerah (Perusda).
“Kita sepakati saja, biar Perusda yang kelola. Nanti mereka yang bagi ke unit-unit di daerah,” tegasnya.
Adik dari Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud itu juga menekankan pentingnya pemerataan manfaat hasil tambang, serta menjaga keharmonisan masyarakat yang sangat majemuk di Kalimantan Timur.
“Jangan sampai kebijakan ini menimbulkan ketimpangan baru,” ujarnya.
Tak hanya itu, Rudy juga menyinggung soal perdagangan karbon yang hingga kini belum terintegrasi secara nasional. Ia mengusulkan mekanisme perdagangan karbon yang dikelola oleh pemerintah pusat agar hasilnya dapat dibagikan secara adil ke seluruh provinsi.
“Kalau bisa, kelola atas nama bangsa. Biar daerah tak perlu cari pasar sendiri,” katanya.
Terkait Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Rudy menyarankan agar tarif 7,5 persen tetap diberlakukan untuk masyarakat umum, sementara untuk sektor industri dinaikkan menjadi 10 persen.
“Supaya tidak berdampak pada daya beli dan angka kemiskinan,” bebernya.
Menurut Rudy, kontribusi Kaltim terhadap pendapatan nasional dari sektor tambang dalam lima tahun terakhir mencapai lebih dari 60 persen. Namun, skema bagi hasil yang adil masih belum dirasakan daerah.
“Bukan hanya batu bara, ada emas, nikel, dan mineral lainnya. Tapi daerah penghasil masih belum mendapatkan bagian yang layak,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa Kaltim menyumbang 38 persen dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) penggunaan kawasan hutan secara nasional, namun pembagian hasilnya belum merata.
“Bahkan masih ada hasil tambang yang tak dirasakan daerah yang sama sekali,” tegasnya.
Gubernur Kaltim itu menegaskan bahwa pihaknya akan terus mendorong adanya keadilan fiskal, termasuk PNBP tambang, agar bisa dibagi hasil seperti pada sektor sawit, meskipun nilai awalnya kecil.