Samarinda – SMKN 3 Samarinda memberikan penjelasan resmi terkait kontroversi yang muncul terkait pembelian kalender senilai Rp55 ribu. Hal tersebut disampaikan dalam konferensi pers pada Kamis (1/2/2024), pihak sekolah membantah berbagai hoaks yang berkembang di media sosial terkait isu ini.
Dikatakan Kepala SMKN 3 Samarinda Dwisari Harumingtyas, pemberitaan yang tengah viral di media sosial ini tidak mencerminkan fakta sebenarnya. “Kami merasa perlu memberikan klarifikasi dan menyampaikan fakta agar masyarakat tidak terpengaruh oleh informasi yang tidak benar,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa tidak ada ancaman atau tekanan terhadap siswa yang tidak membeli kalender, serta membantah bahwa tidak membeli kalender akan berdampak pada ijazah atau keikutsertaan dalam kegiatan praktek kompetensi.
“Informasi mengenai hal tersebut adalah hoaks, tidak benar. Tidak ada kaitannya antara pembelian kalender dan ijazah atau praktek kompetensi siswa,” tegasnya.
Dwisari Harumingtyas menjelaskan bahwa pembuatan kalender 2024 adalah bagian dari program promosi sekolah yang sebelumnya telah direncanakan sejak tahun 2023.
Kalender tersebut tidak diwajibkan, melainkan hanya sebagai sarana untuk memperkenalkan prestasi siswa dan berbagai kegiatan di sekolah.
“Siswa dan orang tua tidak diwajibkan membeli kalender ini. Hanya saja, dukungan dari partisipasi dalam program sekolah,” terangnya.
Pada konferensi pers ini, pihak sekolah juga menegaskan bahwa sebelum penyaluran kalender, telah dilakukan sosialisasi kepada siswa dan orang tua melalui berbagai kegiatan, termasuk upacara dan pembagian raport pada Desember 2023.
Tahap perencanaan dan pembuatan kalender, mulai dari pengambilan foto hingga proses percetakan, telah diagendakan sejak tahun sebelumnya.
Namun sebagai langkah tindak lanjut agar tak terjadi keributan di media sosial, manajemen sekolah dan komite SMKN 3 Samarinda pada akhirnya sepakat untuk mencabut Surat Edaran Komite terkait pendistribusian kalender.
Menurutnya, ini adalah komitmen sekolah untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan lebih berhati-hati dalam merencanakan program-program ke depan.
“Kami berharap masyarakat dapat memahami bahwa tidak ada niatan untuk memaksa. Mari bersama-sama membangun kemajuan sekolah ini untuk mencapai visi Indonesia Emas tahun 2045,” tutupnya.