Liputanborneo.com, Jakarta – CEO OpenAI, Sam Altman, secara terbuka mengungkapkan kekhawatirannya terhadap bahaya perkembangan pesat teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Dalam pernyataannya, Altman menyoroti masih digunakannya metode autentikasi tradisional oleh sejumlah lembaga keuangan, padahal teknologi AI kini mampu meniru manusia dengan sangat meyakinkan.
“Satu hal yang membuat saya takut adalah ternyata masih ada lembaga keuangan yang menerima sidik jari sebagai metode autentikasi untuk memindahkan sejumlah besar uang atau melakukan transaksi lainnya. Bahkan, ada yang hanya menggunakan tantangan suara, dan mereka akan memprosesnya,” ujar Altman, Selasa (29/7), dikutip dari CNN.
“Ini gila jika itu masih digunakan. AI sudah sepenuhnya melampaui sebagian besar metode autentikasi yang umum digunakan saat ini, kecuali kata sandi,” lanjutnya.
Altman juga menyuarakan kekhawatiran tentang potensi kehilangan kendali manusia atas sistem AI yang sangat cerdas. Ia menilai terlalu banyak kekuasaan bisa saja diberikan kepada teknologi, yang kelak berpotensi mengambil keputusan tanpa campur tangan manusia. Ia memprediksi, pada 2030-an, AI berkemampuan tiruan tinggi bahkan bisa melampaui kapasitas manusia itu sendiri.
Peringatan serupa pernah disampaikan oleh FBI yang sejak tahun lalu mengimbau kewaspadaan terhadap penipuan menggunakan kloning suara dan video berbasis AI. Beberapa orang tua mengaku tertipu setelah mendengar suara buatan yang meyakinkan mereka bahwa anak-anak mereka berada dalam bahaya.
“Saya sangat khawatir kita akan menghadapi krisis penipuan yang besar dan akan segera terjadi,” tegas Altman.
“Saat ini mungkin masih berupa panggilan suara, tetapi tidak lama lagi bisa berupa video atau panggilan FaceTime yang sulit dibedakan dari kenyataan,” tambahnya.
Altman menegaskan bahwa meskipun OpenAI tidak menciptakan alat-alat peniruan tersebut, dunia tetap harus segera menghadapi tantangan ini seiring terus berkembangnya teknologi AI.
Sebagai upaya menghadirkan solusi, Altman mendukung penggunaan perangkat bernama The Orb, buatan Tools for Humanity. Ia menyebut alat ini bisa menjadi sarana pembuktian bahwa seseorang adalah manusia di tengah era di mana perbedaan antara manusia dan AI semakin kabur.