Search
Search
Close this search box.

,

Pelestarian Bekantan dan Perjuangan Aidil Amin: Kisah di Sungai Hitam

Minggu, 31 Maret 2024
Foto: ILUSTRASI- Seekor bekantan di kawasan Sungai Hitam, Kelurahan Kampung Lama, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Foto: ILUSTRASI- Seekor bekantan di kawasan Sungai Hitam, Kelurahan Kampung Lama, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Liputanborneo.com, Tenggarong – Aidil Amin masih mempertahankan kenangan tentang saat dia harus merawat seekor bekantan yang terluka akibat tembakan pemburu liar di Sungai Hitam, Kalimantan Timur, di awal tahun 1990-an.

Peluru menembus bahu kiri primata langka berjuluk Long-Nosed Monkey itu, saat Aidil memasuki usia remaja dewasa.

“Pemburu itu menembaki bekantan secara sengaja untuk mengganti habitatnya dengan kebun sawit,” ujar Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sungai Hitam Lestari, Rabu (13/3/2024).

Habitat bekantan di tepi sungai rentan mengalami kerusakan karena sering diubah menjadi permukiman, tambak, atau lahan pertanian.

Pada 1990-an, luas habitat bekantan mencapai 29.500 kilometer persegi (km2), namun sekitar 60 persennya atau sekitar 17.700 km2 telah beralih fungsi. Hanya tersisa 11.800 km2 yang menjadi rumah bagi primata langka ini.

Di Kecamatan Samboja, jumlah bekantan pada 2013 mencapai 188 ekor, tersebar di sembilan spot area Sungai Hitam. Namun, terjadi perubahan ekologis yang mengganggu kesehatan kawasan Sungai Hitam, baik di hulu maupun di hilir.

Misalnya, pertambangan batu bara di hulu menyebabkan air sungai menjadi keruh akibat pembuangan limbah.

Aidil bersama lima pemuda lainnya telah berupaya menjaga dan melestarikan bekantan dan habitatnya selama bertahun-tahun. Mereka membersihkan sampah di Sungai Hitam, menjaga dan merawat bekantan dari perburuan liar, serta menanam dan merawat mangrove di sepanjang aliran sungai.

Namun, mereka menyadari bahwa usaha mereka tidak bisa dilakukan sendiri. Oleh karena itu, mereka membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sungai Hitam Lestari.

Pada tahun 2019, sebuah perusahaan migas memberikan dukungan kepada Aidil dan kelompoknya melalui Program Ekowisata Sungai Hitam Lestari.

Keberadaan Pokdarwis didukung sebagai wadah koordinasi dan lembaga hukum yang mengawasi aktivitas pelestarian bekantan.

Pokdarwis Sungai Hitam juga mengembangkan ekowisata berbasis pelestarian bekantan dengan memanfaatkan sempadan sungai.

Beberapa kegiatan yang sangat bermanfaat, kata Aidil, antara lain pelatihan pemantauan dan perlindungan habitat bekantan, serta pelatihan memandu wisatawan.

Pokdarwis Sungai Hitam Lestari juga terbantu dengan pembangunan fisik seperti renovasi gudang, pembuatan plang, pembuatan dermaga, serta pengadaan kapal.

Dengan kesiapan dan kemandirian dari Pokdarwis, Ekowisata Sungai Hitam Lestari (SHL) kini menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di Samboja. Ekowisata ini menawarkan susur sungai sembari melihat bekantan liar.

“Waktu terbaik untuk melihat itu jam 7 pagi sampai 10 pagi, dan kalau sore itu jam 3 sampai jam lima,” terang Aidil.

Untuk dapat melihat bekantan liar di Ekowisata SHL, wisatawan lokal dikenakan tarif Rp 300 ribu per kapal atau Rp 600 ribu per kapal, sedangkan wisatawan mancanegara dikenakan tarif Rp 130 ribu per orang untuk satu jam susur sungai.

Di samping susur sungai, Pokdarwis SHL juga mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah anggotanya, seperti pelatihan pengolahan buah nipah menjadi klapertart serta produksi teh jeruju.

 

Penulis : Reihan Noor

BERITA LAINNYA