Kutai Kartanegara – Mahasiswa dari berbagai organisasi di Kutai Kartanegara berkumpul di depan kantor legislatif dengan satu tujuan, yakni mempertahankan demokrasi yang ada di Indonesia.
Mereka berdiri tegak membawa semangat perlawanan yang tak tertahankan. Aksi damai yang mereka gelar adalah bentuk penolakan keras terhadap revisi UU Pilkada yang tengah diupayakan oleh DPR RI.
Namun, apakah suara mereka cukup kuat untuk menahan arus perubahan yang sudah di depan mata?
Dengan wajah-wajah tegang namun penuh tekad, para mahasiswa menyerukan tuntutan mereka. Setiap kata yang keluar dari mulut mereka bagaikan semburan api, menyasar langsung ke jantung kekuasaan yang dianggap ingin menciderai keadilan.
Mereka mendesak agar semua pihak, termasuk DPR RI, menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru saja dikeluarkan pada 20 Agustus 2024.
Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 itu menjadi harapan terakhir untuk menjaga integritas proses pemilihan kepala daerah. Akan tetapi, bayang-bayang rencana revisi UU Pilkada seakan siap merusak harapan tersebut.
Di tengah lautan manusia yang bergelombang, beberapa anggota DPRD Kukar akhirnya keluar dari gedung, wajah mereka tegang melihat antusiasme massa yang membara. Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Masniyah, diikuti oleh Junaidi, Sekretaris Fraksi, dan Asdar, Wakil Ketua Sementara Fraksi Golkar, melangkah maju.
Junaidi, dengan sorot mata yang tajam, mengangkat mikrofon dan berbicara dengan suara yang menggema, seakan-akan ingin memastikan bahwa setiap kata yang ia ucapkan akan terpatri dalam ingatan.
“Kami menolak tegas dan mengutuk proses politik yang terjadi di pemerintah pusat,” katanya, suaranya serak karena emosi yang terpendam.
Pernyataan Junaidi disambut dengan sorakan semangat dari para mahasiswa, seakan kata-kata tersebut adalah peluru yang ditembakkan ke arah mereka yang berusaha merongrong demokrasi.
Namun, drama ini belum berakhir. Di tengah sorakan, terdengar nada kekecewaan dari Muhammad Alfian, Koordinator Lapangan aksi. Matanya menatap lurus ke depan, wajahnya mencerminkan pergulatan batin.
“Fraksi PDI Perjuangan sudah menyatakan sikap mereka, tetapi kita belum mendengar hal yang sama dari fraksi lain seperti Golkar dan PKS,” ujarnya kecewa.
Gerakan yang dikenal dengan nama “Darurat Indonesia” ini adalah puncak dari keresahan terpendam. Selama beberapa hari terakhir, gerakan ini menggema di seluruh negeri, membawa pesan yang sama!
Mereka meminta agar demokrasi harus tetap dipertahankan, dan revisi UU Pilkada tidak boleh dilakukan.