Liputanborneo.com, Jakarta – Kampung Pecinan di Surabaya, Jawa Timur, mulai dihiasi semarak persiapan menyambut Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili. Warga Tionghoa setempat sibuk menyiapkan tradisi dan ritual sarat makna sebagai ungkapan syukur atas limpahan berkah. Perayaan yang dimulai pada 29 Januari 2025 ini akan mencapai puncaknya dengan Cap Go Meh pada 12 Februari 2025, merayakan hari ke-15 dalam kalender Imlek.
Suk Doni (70), seorang tokoh masyarakat Kampung Pecinan, mengungkapkan bahwa tradisi pembukaan altar leluhur dimulai sehari sebelum perayaan Imlek.
“Pada 28 Januari, kita membuka altar untuk leluhur. Namun, tidak semua orang bisa melakukannya karena membutuhkan biaya besar,” ujar Suk Doni. Dalam tradisi ini, dua jenis uang persembahan kimcoa untuk dewa dan mucoa untuk leluhur.
Selain itu, masyarakat yang menganut ajaran Tridharma – Buddha, Taoisme, dan Konghucu – akan melaksanakan sembahyang leluhur di kelenteng, sebagai penghormatan terhadap para pendahulu mereka. Namun, pada tahap ini, pakaian merah belum dikenakan, karena simbol itu baru digunakan pada hari utama Imlek.
Imlek juga memiliki berbagai pantangan unik. Pada 29 Januari, masyarakat dilarang memotong kuku, rambut, atau kumis, juga tidak boleh keramas, membuang sampah, atau membersihkan rumah.
“Maknanya, rumah dibiarkan kotor agar rezeki tidak tersapu,” jelas Suk Doni.
Sebagai simbol keberuntungan, warga akan mengenakan pakaian berwarna merah. Keluarga muda juga wajib mengunjungi anggota keluarga yang lebih tua untuk mengucapkan “Gong Xi”, sambil membagikan angpao bagi mereka yang sudah menikah.
Warna-warni lampion akan menghiasi berbagai sudut kota, melambangkan doa, rezeki, dan cahaya kehidupan. Suk Doni menambahkan bahwa barongsai juga akan berkeliling dari rumah ke rumah untuk mengusir energi buruk sekaligus membawa kelimpahan rezeki.
Selain perayaan yang meriah, semangat berbagi juga menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi Imlek. Di setiap kelenteng, sembako akan dibagikan kepada masyarakat yang kurang mampu. Suk Doni menjelaskan bahwa tradisi ini bahkan sudah dimulai sejak 26 Januari, dalam perayaan Cit Yek Pan.
“Untuk tahun ini, khusus bagi yang bermarga Fu Jin, diwajibkan membagikan sembako dan angpao. Namun, bagi yang tidak bermarga Fu Jin, tetap boleh ikut berpartisipasi,” ujarnya.
Cit Yek Pan, yang sudah berlangsung selama ratusan tahun, dipercaya sebagai momen untuk memberikan sesaji kepada arwah leluhur, baik yang meninggal secara wajar maupun tidak.
Imlek di Surabaya tidak hanya menjadi perayaan budaya, tetapi juga pengingat akan pentingnya tradisi, kebersamaan, dan rasa syukur. Kampung Pecinan pun siap menjadi saksi kemeriahan sekaligus kehangatan Imlek 2576 Kongzili ini.
sumber : https://surabaya.kompas.com/read/2025/01/23/131849478/perayaan-imlek-dan-tradisi-yang-menyertainya
Penulis : Reihan Noor